Carok: Refleksi Jiwa Masyarakat
Madura
Kalau kita mendengar kata Carok
maka dalam benak kita terbayang masyarakat Madura yang ganas. Bagaimanapun
Carok merupakan suatu tindakan saling membunuh yang tentunya sangat ditakuti.
Kebanyakan orang menganggap bahwa orang-orang yang ber-Carok, mereka adalah
orang-orang yang tidak takut mati. Atau ada yang mengira bahwa orang-orang yang
ber-Carok adalah orang-orang yang memiliki kekebalan. Di sisi lain, akibat dari
keberingasan budaya Carok membuat masyarakat Madura ditakuti oleh
masyarakat-masyarakat lain.
Lalu apakah benar budaya Carok yang ada dalam tubuh
masyarakat Madura itu karena keganasan masyarakatnya?
Baiklah, saya sebagai orang
Madura kiranya perlu meluruskan tentang anggapan-anggapan negative terhadap
orang-orang Madura. Di sini saya tidak bermaksud mengagum-ngagumkan masyarakat
Madura. Pun tidak ada maksud membenarkan budaya Carok itu sendiri. Saya hanya
akan berusaha menceritakan kenapa Carok itu terjadi dan bagaimana Carok itu
sampai mendarah daging. Untuk memulai penjelasan, saya ingin mengajak para
pembaca untuk melihat diri kita masing-masing terlebih dahulu. Kita bertanya
pada diri kita apa saja yang tidak kita sukai dari tindakan orang lain terhadap
kita. Lalu apa yang akan kita lakukan terhadap orang yang tidak kita sukai itu.
Pada hakikatnya, setiap manusia
(yang normal) tidak ingin hidupnya diganggu oleh orang lain. Diakui maupun
tidak setiap orang tidak mau martabatnya diinjak-injak oleh orang lain. Mereka
akan sangat geram sekali jika sampai ada yang berani mengusik atau mengganggu
ketenangan hidupnya. Apa lagi kalau pikiran mereka sedang dilanda masalah,
sehingga membuat dirinya sangat sensitive. Nah, orang Madura sebagaimana
pepatah mengatakan: Oreng Madura akantha
sabbuk (Orang Madura layaknya ikat pinggang). Apa maksud dari pepatah itu?
Orang Madura memang lemas (fleksibel, lemah lembut) sehingga tampak sopan
santunnya. Tapi kelemasan itu juga bisa berubah ganas sahingga tampak beringas.
Orang Madura akan tampak lemas jika pada orang yang lemas pula (orang yang
tidak bersalah). Mereka (orangMadura) akan mudah menyesuaikan diri dengan siapa
saja tanpa pandang buluh. Kalau ada orang yang berlaku baik maka mereka akan
berlaku lebih baik lagi dari orang lain. Misalnya bertemu dengan seorang kiai,
maka mereka akan berprilaku seperti seorang kiai pula. Tapi, jangan dianggap
munafik atau seperti bunglon. Tindakan mereka semata-mata dilakukan memang dari
dasar jiwanya yang lembut.
Namun, karena sifat fleksibelitas
dan tidak pandang buluhnya itu membuat mereka akan berubah garang pada siapa
saja yang berlaku salah. Mereka tidak akan melihat apakah lawannya kiai atau
bahkan preman kelas kakap sekalipun. Mereka akan menentang dan melawan
siapapun. Tindakan perlawanan dan penentangan itu bukan berarti mereka tidak
takut mati atau kebal. Akan tetapi lebih pada jiwa kesatria. Mereka akan
menjaga harga dirinya. Dalam benak mereka: lebih baik mati daripada harga
dirinya diinjak-injak. Mereka akan melawan hingga titik darah terkhir.
Berdasarkan latar belakang itulah
Carok muncul di Madura. Carok itu akan dilakukan jika orang Madura dihina atau
diinjak martabatnya. Mereka akan menantang orang yang menghinanya berkabung
sendiri-sendiri dalam gelap secara kesatria. Dan mereka tidak akan peduli
dengan siapa mereka berhadapan, entah tentara, polisi, atau aparatur
pemerintahan sekalipun. Carok itu dilakukan dengan menggunakan sebuah celurit
dan dilakukan di tempat yang jauh, yang tidak mungkin diganggu atau dihalangi.
Tapi, ada juga yang dilakukan ditengah keramaian sekalipun jika darah sudah
naik tak terkendali.
Carok itu ada yang terencana
secara rapi ada pula yang tidak. Carok yang terencana biasanya antara kedua
pen-Carok melakukan perjanjian terlebih dahulu. Sebelum melakukan Carok mereka
akan pamitan dan minta doa terlebih dahulu pada kerabat-kerabatnya. Pada Carok
terencana ini biasanya juga sebelum melaksanakan Carok mereka menyiapkan
ilmu-ilmu kekebalan. Sedangkan Carok yang tak terencana biasanya terjadi kalau
nafsu sudah tak terkendali. Misalnya permasalahannya sudah sangat pelik sekali,
sangat melukai hati, atau sangat menghancurkan martabat. Sehingga orang yang
merasa teraniaya tersebut langsung membawa celurit mencari orang yang
menganiaya untuk ditebas lehernya.
Barangkali pembaca bertanya kenapa tidak diselesaikan secara
kepolisian?
Baiklah akan saya bahas juga.
Saya ingin bertanya dulu pada pembaca, apakah kepolisian akan menghukum orang
yang melukai perasaan kita? Bukankah polisi baru akan menghukum jika ada bukti?
Rasa tidak puas terhadap hokum yang berlaku itulah yang pada akhirnya membuat
orang Madura melakukan Carok. Mereka memilih jalan Carok karena sudah merasakan
luka dalam yang tidak mudah disembuhkan. Mereka akan puas jika sudah berhasil
membalaskan sakit hatinya. Pada umumnya masalah-masalah yang menimbulkan Carok
adalah istrinya diganggu, haknya diganggu, fitnah, atau mengadu keberanian.
Istrinya diganggu, misalnya ada orang yang meniduri istrinya atau mengintip
istrinya yang sedang mandi, maka si suami tentu sangat geram pada yang
mengintip sehingga memaksanya melakukan Carok. Factor inilah yang biasanya
menyebabkan Carok dadakan atau tak terencana. Selain istrinya diganggu yang
juga membuat Carok tak terencana adalah fitnah. Jadi, adanya Carok bukan
berarti masyarakat Madura ganas tanpa alasan. Mereka melakukan semua itu hanya
demi membela martabatnya. Mereka tidak mau martabatnya diinjak-injak oleh orang
lain. Akan tetapi, masyarakat Madura akan tetap bersikap lemah lebut selama
tidak diganggu. Mereka akan berlaku sangat baik pada siapa saja.
Lalu bagaimana cara mengatasinya?
Pendidikan merupakan cara paling
ampuh untuk mengatasi atau menghilangkan budaya Carok ini. Berkat majunya dunia
pendidikan sehingga masyarakat Madura mulai berubah. Mereka mulai memilih jalan
yang lebih baik dalam mengatasi masalahnya. Hingga saat ini jarang sekali
ditemukan Carok di Madura. Kalau pun ada hanya terjadi pada orang-orang tua.
Kalau dihitung mungkin hanya satu kali dalam dua atau tiga tahun tapi itu pun
semakin jarang. Oleh karena itu, bagi para pembaca tidak perlu menganggap
miring adanya Carok. Dan juga tidak perlu berlebihan dalam memperlakukan
orang-orang Madura. Sebenarnya mereka juga sama, mereka juga takut mati, mereka
juga makan nasi. Sebaiknya mari kita bersama-sama berjuang membangun bangsa
ini. Kita majukan Negara Indonesia tercinta ini. Mari kita bersatu,
bergandengan tangan, satukan derap langkah kita demi Indonesia.
Bangkalan,
23 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar