PERANG IRAK IRAN
|
Diposting oleh Roykhan Firmansyah | di 19.25
A.
Penyebab Perang
Irak dan Iran adalah 2 negara Islam
yang bertetangga. Banyak hal yang memicu terjadinya peperangan diantara
keduanya seperti masalah politik, ekonomi dan sektarian, berikut ini adalah
beberapa pemicu konflik:
1. Sengketa
atas Shatt Al-Arab dan Khuzestan
Shatt Al-Arab adalah sungai
sepanjang 200Km yang terbentuk atas pertemuan sungai Eufrat dan Tigris di Kota
Al Qumah, Irak Selatan, dimana bagian akhir sungai itu adalah teluk Persia yang
merupakan perbatasan antara Irak dan Iran. Karena letaknya yang strategis
menuju Teluk Persia maka sungai tersebut menjadi wilayah sengketa kedua negara.
Wilayah lain yang menjadi sengketa adalah provinsi
Khuzestan yang kaya akan minyak. Wilayah tersebut menjadi wilayah Iran namun
sejak 1969 Irak mengklaim bahwa wilayah tersebut menjadi wilayahnya bahkan Irak
menyerukan warga arab yang tinggal disana untuk memberontak melawan Iran.
2. Munculnya
Revolusi Islam di Iran
Pada tahun 1979 terjadi penumbangan
rezim Pahlevi yang merupakan rezim boneka bentukan Amerika serikat dan di
gantikan oleh sistem republik Islam. Pasca penumbangan tersebut munculah ke
khawatiran dikalangan nasionalis Arab dan kaum muslim Sunni karena di
khawatirkan revolusi tersebut akan menyebar di negara-negara Arab lainnya.
Kekhawatriran terbesar terjadi di wilayah Irak yang wilayahnya bersebalahan
dengan Iran dan terdapat kaum minoritas Syiah di wilayahnya.
Ayatullah Khoemeni pemimpin revolusi
Iran memang memiliki impian untuk menyebarkan pengaruh revolusinya ke wilayah
Arab lainnya. Pertengahan 1980, Khomenini menyatakan bahwa pemerintahan sekular
irak adalah pemerintahan “boneka setan” dan masyarakat muslim di Irak sebaiknya
bersatu untuk melakukan revolusi seperti yang terjadi di Iran.
3. Terjadi
Percobaan Pembunuhan terhadap Pejabat Irak
Pertengah tahun 1980, terjadi
percobaan pembunuhan terhadap Deputi Perdana Menteri Irak, Tariq Azis. Irak pun
menangkap beberapa orang yang diduga terlibat dalam percobaan pembunuhan
tersebut, selain itu Irak juga mendeportasi ribuan warga Syiah iran keluar dari
Irak. Pemimpin Irak sadam Hussein menyalahkan Iran karena diduga terdapat agen
Iran yang juga terlibat didalamnya. Kejadian tersebut pun semakin memanasklan
hubungan kedua negara sehingga perang pun sulit untuk di hindarkan.
B.
Jalannya Perang Iran melawan Irak
Perang Iran-Irak juga dikenal
sebagai Pertahanan Suci dan Perang Revolusi Iran di Iran, dan Qadisiyyah Saddam
di Irak, adalah perang di antara Irak dan Iran yang bermula pada bulan
September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Perang ini bermula ketika
rezim Saddam Hussein berkuasa. Berawal dari Saddam Hussein melakukan
pelanggaran di wilayah Iran. Dalam perang tersebut terjadi banyak tarik ulur
pasukan hingga berakhirnya perang, dan berikut ini adalah tahap-tahap
peperangan:
1. Tahun 1980,
Penyerbuan oleh irak
Pada tanggal 22 September irak
melancarkan serangan udara di 10 pangkalan udara yang terdapat di Iran, Irak
mnggunakan strategi yang dilakukan Israel dalam perang 6 hari. Dalam serangn
tersebut Irak berhasil menghancurkan jalan-jalan darat dan amunisi-amunisi
Iran, sementara pesawat pesawat yang dimiliki Iran pun masih banyak yang utuh
karena terlindung dalam hanggar-hanggar yang terproteksi khusus. Kegagalan irak
tersebut memberi kesempatan pada Iran untuk membalas serangan udara ke Irak.
Sehari kemudian, Irak melakukan
serangan darat ke wilayah Iran dari 3 front sekaligus. Inti dari serangan
tersebut adalah untuk menguasai Khuzestan & Shatt al-Arab di mana 4 dari 6
divisi pasukan Irak dalam penyerbuan dikirim untuk menguasai kedua wilayah
tersebut. Sisanya dipecah jadi 2 untuk menguasai front utara (Qasr-e Shirin)
& front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan balik yang mungkin
dilakukan oleh Iran. Hasilnya, usai serangan mendadak itu Irak berhasil menguasai
wilayah Iran seluas 1.000 km persegi.
Bulan November 1980, pasukan Irak
melancarkan serangan ke 2 kota penting yang strategis di Iran selatan, Shabadan
& Khorramshahr. Dalam penyerbuannya itu, pasukan Irak mendapat perlawanan
sengit dari pasukan Pasadan (Garda Revolusi) Iran. Kedua kota tersebut akhirnya
berhasil dikuasai Irak pada tanggal 10 November 1980. Tercatat belasan ribu
pasukan dari kedua kubu terbunuh dalam pertempuran di kedua kota tersebut.
Keberhasilan Irak menguasai kedua kota tersebut sekaligus menjadi keberhasilan
terakhir Irak mencaplok wilayah mayor dari Iran.
Iran yang tertekan sempat berusaha
melakukan serangan balasan kepada Irak pada awal tahun 1981, namun gagal karena
presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin langsung pasukan reguler Iran
sekalipun dia hanya memiliki pengetahuan militer yang minim. Ia mengirimkan 3
resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh Pasadar & tidak memperhitungkan
waktu serangan di waktu hujan yang bakal menyulitkan suplai logistik.
Akibatnya, pasukan Iran dikepung pasukan Irak & banyak dari kendaraan lapis
baja Iran yang hancur atau perlu ditinggalkan karena terjebak dalam lumpur.
Serangan balasan Iran yang jauh
lebih efektif sebenarnya sudah dilakukan beberapa hari sejak Irak pertama kali
membombardir pangkalan udara milik Iran. Pesawat-pesawat F-4 milik Iran
melakukan serangan ke wilayah Irak & secara efektif berhasil melumpuhkan
sejumlah titik penting di Irak. Keberhasilan tersebut membuat pasukan udara
Iran terlihat lebih superior dibanding pasukan udara Irak. Namun, kurangnya
amunisi & suku cadang yang hanya bisa didapatkan dari AS - mantan sekutu
Iran yang berbalik memusuhi mereka pasca revolusi Islam - membuat Iran lebih
banyak memakai helikopter yang dipasangi persenjataan darat sebagai pendukung
dari udara (aerial support).
2. 1982: Titik
Balik Mudurnya Irak
Pasukan Irak dalam serangan kilatnya
berhasil memanfaatkan momentum lemahnya koordinasi pasukan Iran & problem
alutsista milik Iran sehingga para pengamat yakin bahwa perang akan segera
berakhir dengan kemenangan Irak hanya dalam waktu beberapa minggu. Plus, Irak
memang berhasil menguasai wilayah-wilayah strategis Iran dalam serangannya itu.
Namun, Iran enggan menyerah begitu saja & dalam perkembangannya berhasil
memukul balik Irak.
Problem bagi Iran dalam perang
adalah dari segi alutsista atau persenjataan, mereka kalah superior dibanding
Irak yang saat itu memang merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer
terbaik di Timur Tengah selain Israel. Untuk mengantisipasinya, sejak perang
meletus Iran merekrut ratusan ribu milisi sukarela yang disebut Basij (Tentara
Rakyat). Basij tidak memiliki pengalaman militer & persenjataan yang
memadai, namun mereka memiliki keyakinan sangat tinggi akan ideologi
religiusnya & tidak segan-segan melakukan tindakan berani mati semisal
menerobos ladang ranjau atau area yang dihujani tembakan artileri musuh saat
diperintahkan.
Pasukan Irak di wilayah Iran dalam
perkembangannya tidak bisa bergerak lebih jauh lagi sejak bulan Maret 1981
setelah pasukan mereka dikalahkan oleh milisi Basij yang jumlahnya mencapai
ribuan di Sungai Kanun. Sejak itu, Irak lebih banyak melakukan taktik defensif
untuk mempertahankan wilayah taklukan mereka & hanya terjadi sedikit
pergeseran di garis depan. Faktor utamanya adalah kesalahan prediksi di mana
Irak memperkirakan warga Arab Sunni di Iran bakal membantu mereka. Namun
faktanya, mereka - bersama rakyat Iran lainnya - justru bersatu &
bahu-membahu melawan Irak.
Titik balik bagi Iran terjadi pada
bulan Maret 1982 dalam operasi militernya di bawah kode sandi "Operasi
Kemenangan yang Tak Dapat Disangkal" (Operation Undeniable Victory). Dalam
operasi militer itu, pasukan gabungan Pasadan-Basij milik Iran berhasil
menembus garis depan pasukan Irak yang sebelumnya dianggap tidak bisa ditembus
& memecah pasukan Irak di utara & selatan Khuzestan sehingga pasukan Irak
terpaksa mundur.
Bulan Mei 1982, Iran berhasil
merebut kembali wilayah Khorramshahr. Dalam pertempuran di wilayah tersebut,
Irak kehilangan 7.000 tentara, sementara Iran 10.000 sehingga menjadikan
pertempuran itu sebagai salah satu pertempuran paling berdarah dalam inisiatif
serangan balik Iran. Sejak kemenangan tersebut, Iran berganti menjadi pihak
yang menekan Irak & pada bulan Juni berhasil mendapatkan kembali seluruh
wilayahnya yang sebelumnya dikuasai oleh Irak.
Saddan Hussein yang melihat bahwa moral
pasukannya sudah terlanjur runtuh akibat serangkaian kekalahan melawan Iran pun
menyatakan akan segera menarik seluruh pasukannya dari Iran & menawarkan
gencatan senjata kepada Iran. Tawaran gencatan senjata itu mencakup pembayaran
ganti rugi perang sebesar 70 juta dollar AS oleh negara-negara Arab. Iran
menolak tawaran gencatan senjata tersebut & menyatakan bahwa mereka akan
menyerbu Irak & tidak akan berhenti sampai rezim yang berkuasa di Irak
digantikan oleh rezim pemerintahan republik Islam.
3. Tahun
1982-1988 : Penyerbunan oleh Iran
Bulan Juli 1982, Iran melancarkan
serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode sandi "Operasi
Ramadhan". Dalam serangan tersebut, puluhan ribu anggota Basij &
Pasdaran mengorbankan diri mereka dengan berlari melewati ladang ranjau untuk
memberi jalan bagi tank-tank di belakangnya di mana selain menghadapi bahaya
ranjau, mereka juga dihujani tembakan artileri pasukan Irak. Irak berhasil
mencegah Iran merengsek lebih jauh berkat kegtangguhan persenjataannya di garis
pertahanan, namun Irak juga harus kehilangan sejumlah kecil wilayah karena
dikuasai Iran.
Keberhasilan Iran memukul balik Irak
& berbalik menjadi negara penyerbu membawa kekhawatiran tersendiri bagi AS
yang memutuskan untuk membantu Irak sejak tahun 1982. Presiden AS Ronald Reagan
menyatakan bahwa AS akan berusaha dengan cara apapun untuk mencegah Irak kalah.
Bantuan AS - beserta negara-negara sekutunya - ke Irak yang diketahui mencakup
bantuan teknologi, alutsista, & intelijen. Dukungan untuk Irak juga datang
dari Uni Soviet & Liga Arab.
Kemudian, Iran berpikir bahwa Irak
bisa direbut dengan melacarkan serangan besar-besaran dari berbagai front. Maka
pada tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan besar yang disusul 2 penyerbuan
lainnya dengan mengerahkan ratusan ribu personil tentaranya. Iran sempat
berhasil menembus garis pertahanan Irak, namun Irak berhasil memukul balik Iran
dengan melakukan serangan udara mendadak secara besar-besaran. Hingga akhir
tahun 1983, tercatat 120.000 personil Iran & 60.000 personil Irak tewas
dalam peperangan.
Irak berusaha memaksa Iran
menghentikan perang & menuju meja perundingan dengan berbagai cara. Di awal
tahun 1984, Irak membeli sejumlah alutsista baru dari Uni Soviet &
Perancis. Tak lama kemudian, Irak melakukan serangan udara ke sejumlah kota
dengan persenjataan barunya itu. Irak berharap Iran merasa tertekan &
kemudian menerima tawaran dari Irak untuk berunding di tempat netral, namun
nyatanya Iran tetap menolak tawaran berunding dari Irak.
Iran yang kehilangan begitu banyak
personilnya akibat sejumlah penyerbuan yang gagal sebelumnya belum mengendurkan
serangan. Bulan Februari 1984, Iran menggelar "Operasi Fajar (Operation
Dawn) 5 & 6" yang ditargetkan ke kota Kut al-Amara dengan tujuan
memotong jalur perairan yang menghubungkan Baghdad & Basra. Dalam kedua
operasi militer itu, Iran mengerahkan 500.000 personil Basij & Pasdaran.
Pertempuran dalam Operasi Fajar
sekaligus menjadi seperti head-to-head kekuatan militer yang dominan di
masing-masing negara. Iran unggul jumlah tentara tapi kekurangan alutsista
pendukung macam pasukan udara & artileri, sementara Irak kalah jauh dalam
hal jumlah tentara tapi unggul dalam hal alutsista. Periode antara tanggal 29
Februari hingga 1 Maret merupakan salah satu episode pertempuran terbesar dalam
Perang Irak-Iran di mana dalam pertempuran itu, masing-masing pihak kehilangan
20.000 tentaranya.
Iran kembali melancarkan agresi
militer antara akhir Februari hingga Maret 1984 di bawah kode sandi
"Operasi Khaibar" dengan memakai sejumlah serangan pendobrak ke Kota
Basra. Agresi militer tersebut berujung keberhasilan pasukan Iran merebut Pulau
Majnun yang kaya minyak. Irak sempat melancarkan serangan balik untuk merebut
wilayah tersebut - termasuk dengan memakai senjata kimia. Namun, pasukan Iran
tetap berhasil mempertahankan pulau tersebut hingga menjelang akhir perang.
Walaupun berada pada posisi
tertekan, pada tahun 1985 Irak masih sempat melakukan penyerbuan balik ke Iran
dengan menyerang Tehran & kota-kota penting di Iran lainnya usai mendapatkan
bantuan finansial dari negara-negara Arab sekutunya & bantuan alutsista
terbaru dari Uni Soviet, Cina, & Perancis. Serangan Irak tersebut tidak
membawa perubahan yang signifikan dalam arah peperangan & sekalipun
wilayahnya diserang, di tahun itu Iran tetap melakukan penyerbuan ke wilayah
Irak di bawah kode sandi "Operasi Badr".
4. 1984-1988:
Perang Tanker
Tahun 1984, Irak - yang baru
mendapat bantuan pesawat tempur Super Etentard terbaru dari Perancis -
melakukan operasi militer di laut mulai dari muara Shatt el-Arab hingga
pelabuhan Iran di Bushehr. Target dari operasi militer tersebut adalah semua
kapal yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik itu kapal
berbendera Iran maupun kapal netral yang dari atau menuju Tehran. Tujuannya
adalah untuk memblokade ekpsor minyak Iran & mempengaruhi ekonominya
sehingga Iran mau berunding dengan Irak. Kebijakan militer Irak tersebut lalu
mengawali babak baru dalam perang yang dikenal sebagai "perang
tanker".
Jika ditelusuri, sebenarnya perang tanker
sudah dimulai sejak tahun 1981 di mana pasukan laut Irak saat itu menargetkan
titik-titik penting milik Iran di laut seperti pelabuhan & kilang minyak.
Dalam operasi militernya di laut tersebut, Irak lebih banyak memakai angkatan
udaranya untuk melakukan serangan. "Perang tanker fase I" tersebut
berlangsung selama 2 tahun setelah baik Irak maupun Iran kekurangan armada
kapal untuk meneruskan operasi militernya. Baru pada tahun 1984, Irak
memutuskan untuk kembali melakukan operasi militer di laut sekaligus mengawali
babak baru "perang tanker fase II".
Perang tanker fase II dimulai ketika
Irak menyerang kapal berbendera Yunani di sebelah selatan Kepulauan Khark pada
bulan Maret 1984. Iran lantas membalasnya dengan menyerang kapal-kapal
berbendera Kuwait di dekat Bahrain & Arab Saudi di perairan Arab Saudi
sendiri sekaligus memberi peringatan bahwa jika Irak tetap nekat melanjutkan
perang tanker, tak akan ada kapal milik negara Teluk yang selamat. Suatu
ancaman yang dampaknya tidak ringan karena berpotensi melumpuhkan aktivitas
pengangkutan minyak mentah di kawasan tersebut.
Upaya Irak untuk memblokade jalur
transportasi minyak Iran gagal melumpuhkan ekonomi Iran karena ketika Irak
memblokade kawasan teluk, Iran hanya memindahkan pelabuhannya ke Kepulauan Larakdi
dekat Hormuz sehingga aktivitas ekspor minyaknya relatif tidak terganggu. Di
lain pihak, justru Irak yang perekonomiannya terancam setelah Suriah, sekutu
Iran saat itu, memblokade pipa minyak Irak ke Mediterania sejak tahun 1982.
Sebagai antisipasinya, Irak mengalihkan aktivitas ekspor minyaknya lewat Kuwait
& jalur pipa minyak baru dibangun melewati Laut Merah serta Turki.
5. 1987-1988:
Ikut Campurnya Amerika Serikta
Situasi perang tanker yang semakin
membabi buta karena ikut menargetkan kapal-kapal tanker dari negara-negara yang
netral membuat Kuwait meminta bantuan pihak internasional pada tahun 1986. Uni
Soviet adalah negara pertama yang merespon dengan mengirimkan kapal-kapal
perangnya untuk mengawal kapal tanker Kuwait. Kebijakan Uni Soviet lalu diikuti
oleh AS pada tahun 1987 yang sebenarnya sudah didekati Kuwait lebih dulu.
Faktor pendorong utama ikut
campurnya AS dalam Perang Irak-Iran sebenarnya disebabkan karena kapal
perangnya, USS Stark, ditenggelamkan oleh pesawat tempur Irak sehingga 13 awak
kapalnya meninggal. Irak meminta maaf kepada AS sambil mengatakan bahwa itu
adalah kecelakaan & permintaan maaf Irak diterima oleh AS. Ironisnya,
sesudah insiden itu AS justru menyalahkan Iran dengan alasan Iranlah yang
menyebabkan peperangan semakin berkobar. Tuduhan AS lalu diikuti tindakan AS
mengirim armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker milik Kuwait yang
mengibarkan bendera AS.
Tujuan utama AS dalam penerjunan
armada lautnya di sekitar Teluk adalah untuk mengisolasi Iran & menjaga
agar kapal-kapal bebas berlayar di sana. AS baru melancarkan serangan langsung
ke Iran dengan menghancurkan kilang minyak Iran di ladang minyak Rostam setelah
pasukan Iran menenggelamkan kapal tanker Kuwait berbendera AS, Sea Isle City.
Setahun kemudian, tepatnya bulan April 1988, AS kembali menyerang kilang minyak
& kapal-kapal perang Iran setelah kapal perangnya, USS Samuel B. Roberts,
tenggelam akibat ranjau laut Iran.
Tanggal 3 Juli 1988, kapal perang
AS, USS Vincennes, menembak jatuh pesawat sipil Iran sehingga seluruh penumpang
& awak pesawatnya tewas. AS berdalih bahwa pasukannya salah mengira bahwa
pesawat sipil tersebut adalah pesawat tempur Iran karena tidak mengidentifikasikan
dirinya ke kapal perang sebagai pesawat sipil & pesawat tersebut berada di
perairan umum. Klaim AS tersebut dibantah oleh Iran & sumber independen
lainnya seperti bandara Dubai bahwa pesawat tersebut sudah mengidentifikasikan
dirinya ke kapal AS sebagai pesawat sipil melalui radio & pesawat itu masih
berada di perairan Iran.
6. Tahun 1988:
Gencatan Senjata dan Pasca Perang
Antara bulan April hingga bulan
Agustus 1988, arah pertempuran mulai kembali ke arah Irak di mana Irak berhasil
meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam pertempuran pada kurun
waktu tersebut, Irak juga berhasil merebut sejumlah besar alutsista milik Iran
& menguasai kembali Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya
minyak. Perang akhirnya berakhir setelah Iran menerima Resolusi Dewan Keamanan
PBB 598 & secara resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun
pada tanggal 20 Agustus 1988.
Perang Iran-Irak membawa kerugian
besar bagi kedua belah pihak, baik dari segi material & korban jiwa. Jumlah
kerugian material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta
dollar AS. Sebagai akibatnya, pembangunan ekonomi menjadi terhambat &
ekspor minyak kedua negara terganggu. Jumlah kerugian lebih besar harus
ditanggung Irak yang selama perang memang aktif mencari pinjaman uang untuk
menambah alutsista.
Tidak diketahui secara pasti berapa
jumlah korban tewas dalam Perang Irak-Iran. Beberapa sumber memperkirakan bahwa
jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih, sementara Iran
mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran yang banyak
mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan moncong senjata
musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal kemudian akibat
luka parah & penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata kimia Irak yang
berdampak jangka panjang.
Selain kerugian materi & korban
jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi
bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang & batas antara
kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah perairan Shatt al-Arab
contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara dengan batasnya adalah titik
terdalam pada perairan. Pasca perang, kedua negara juga melakukan normalisasi
hubungan bilateral.
C.
Usaha Perdamaian oleh PBB
Perperangan yang terjadi antara Iran
dan Irak tidak terjadi tanpa ada yang mengahalangi. PBB misalnya, badan
perdamaian dunia ini pun turut andil dalam upaya perdamaian kedua negara ini,
dengan mengambil beberapa langkah sebagai berikut:
1. Setelah
sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 September 1980 di New York telah
meinta kepada kedua belah pihak menghentikan peperangan dan permasalahan kedua
belah pihak diselesaikan di meja perundingan. Mereka meminta Irak mundur dari
tempat-tempat yang diduduki di Iran. pihak ketigapun telah disediakan seperti
Presiden Aljazair, Chadli Benjedid, Presiden Pakistan, Jenderal Zia Ul Haq,
ketua Organisasi Palestina (PLO) Yasser Arafat, Sekretaris Jenderal Organisasi
Konferensi Islam (OKI), Habib Chatti. Tetapi kedua belah pihak menolak tawaran
tersebut.
2. Dalam proses
penyelesain Perang Irak-Iran, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi
No.598 pada tanggal 20 Juli 1987. Resolusi ini berisi usulan untuk dilakukannya
genjatan senjata antara Irak dan Iran. Iran menolak usulan tersebut dan
hanya mau menerima apabila Irak dinyatan sebagai pihak aggresor. SedaIrak mau
menerima resolusi dengan syarat pihak lawan juga harus berbuat yang sama.
3. Pada akhir
Juli 1988, Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan senjata
seperti yang tercantum dalam Resolusi DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi
dari Irak sebesar 150 juta dolar AS pertahun.