Pengikut

Jumat, 18 Juni 2021

MAWAR DI TENGAH BELUKAR

MAWAR DI TENGAH BELUKAR

Belakangan ini persaingan Pasar bebas sudah semakin marak. Tawaran menarik dari berbagai negara, mulai tarif pengiriman murah, harga barang yang sangat jauh dipasaran, sampai digratisnya biaya masuk barang menjadi satu hal problem baru bagi setiap produsen baik dalam negeri maupun kebijakan tiap negara yang menyebabkan banyak hal dan berpengaruh baik kepada produsen mapun di konsumen dalam memilah mana barang yang memiliki kualitas terbaik, jika demikian pelanggan akan memulai memilih barang sesuai dengan keemampuan bukan kualitas.

Seperti diketahui keunggulan bersaing di setiap negara adalah dalam menentukan harga, dan harga adalah satu-satunya faktor dari 4P (bauran pemasaran) yang dapat dirubah dan dirasakan pengaruhnya dengan seketika. Tidak seperti faktor yang lain seperti, produk, distribusi atau promosi, harga adalah satu-satunya faktor bauran pemasaran yang menghasilkan pemasukan ke perusahaan, sedangkan 3P yang lain yaitu produk, place, promotion adalah biaya. Jadi jelas sangatlah nikmat untuk berkompetisi lewat harga, apalagi jika perusahaan besar dengan didukung kebijakan pemerintah setempat mengenai  modal akan terbukti sangat efisien setidaknya pada jangka pendek.

Seiring dengan berkembangnya waktu, teknologi menjadi sebuah jalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan membawa perubahan pada semua aspek pemasaran, tidak terkecuali untuk finasial, mereka berinovasi dengan melihat peluang teknologi yang semakin berkembang, bertambahnya jumlah pengguna telepon seluler menuntut adanya inovasi teknologi yang mampu memudahkan pengguna dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk transaksi perdagangan yang makin marak, pelaku bisnis dituntut dengan sigap dalam mengambil keputusan untuk mendifferensiasikan produknya, membuat segmentasi yang jelas, membangun ekuitas brandnya, di pasar yang akan menuju ke arah komoditas yang akan dijual sehingga mendapat keuntungan dari margin yang lebih besar dari pelaku bisnis yang lain. Mereka tidak hanya memperhatikan investasi saja tapi juga tidak melupakan investasi lain untuk membangun kekuatan merek didunia maya.

Dalam memenuhi kepentingan perusahaan Indonesia dalam menaklukkan pasar internasional, suatu negara harus menjalankan sebuah rancangan yang telah ditetapkan yang disebut dengan kebijakan luar negeri. Hal ini sudah tercermin sejak dahulu dalam prinsip politik luar negeri Indonesia yang dikenal dengan istilah “bebas dan aktif”. Upaya Indonesia dalam ikut aktif dalam mewujudkan perdamaian internasional telah dibuktikan dengan menjaga hubungan baik dengan negara – negara lain di dunia dan menginisiasi institusi maupun kerjasama yang berfokus pada perwujudan perdamaian dunia seperti Gerakan Non-Blok, Konferensi Asia Afrika, dan lain sebagainya. Fokus dan bentuk politik luar negeri Indonesia juga merupakan suatu hal yang dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan dari pemimpin negara. Sebagai contohnya, Indonesia telah merasakan perubahan bentuk politik luar negeri yang cukup signifikan dari era kepemimpinan Presiden Soekarno yang anti imperialisme dan kolonialisme ke kepemimpinan Presiden Soeharto yang cenderung berorientasi pada negara barat.

Namun akhir akhir ini ekonomi sedang terpuruk dengan datangnya wabah baru yaitu covid-19 yang terjadi di seluruh dunia telah melumpuhkan aktivitas ekonomi global, termasuk merobohkan perekonomian dunia yang semula sedang berlari kencang. Padahal dari data Bank Indonesia, UMKM menjadi penopang 64% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019 lalu. Dengan fakta-fakta yang ada, tak dapat dipungkiri bahwa UKM menjadi tulang punggung yang berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi di dunia. Aktivitas belanja masyarakat, produksi, ekspor, impor, hingga investasi yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi menjadi terganggu. Pada akhirnya, laju ekonomi kuartal kedua 2020 pun mengalami kontraksi alias tumbuh negatif 5,32% secara year on year. Bukan lagi rahasia umum bahwa kondisi UKM, terutama di skala mikro cukup rapuh karena pendapatan usaha berbasis harian dan tak menentu. Tak heran, dalam kurun 4 bulan terakhir sejak pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) April 2020 lalu, kinerja UKM merosot tajam.vBeruntungnya, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan berupa insentif untuk membantu UKM melewati persoalan ekonomi yang mendera bangsa ini. Selama ini, pertumbuhan sektor UKM ditopang oleh pasar ekonomi seiring populasi penduduk Indonesia yang sangat besar.

Namun dalam perkembangannya, UKM menghadapi tantangan besar berupa ancaman kehadiran produk-produk impor di pasar Indonesia. Tantangan ini hadir sebagai konsekuensi dari kesepakatan perdagangan bebas internasional mengingat perbedaan tarif produk di beberapa wilayah yang disetujui oleh pemerintah, termasuk Perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada akhirnya, Indonesia dijadikan sebagai tujuan pasar oleh pelaku ekonomi di berbagai negara, Ketersediaan pasar pun tergerus oleh produk-produk impor yang dianggap lebih berkualitas, bahkan kadang harganya bisa lebih murah. Pelaku UKM nasional dipaksa harus bersaing ketat dengan pelaku ekonomi asing berskala raksasa yang memiliki peluang pasar dan memperoleh banyak fasilitas dari negara asalnya. Maka itu, UKM nasional membutuhkan dukungan dari pemerintah Indonesia berupa iklim usaha yang sehat, ketersediaan peluang pasar, serta berbagai kebijakan yang mampu mendukung dunia usaha agar bisa menjalankan bisnis dengan kondisi yang baik.